Depok – Pada tanggal 18 Oktober 2021 lalu, telah diselenggarakan sosialisasi dengan tema “Membangun Zona Integritas di Lingkungan Universitas” secara virtual. Acara tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber, yaitu Suwitno, S.E., M.M. selaku Ketua Tim Zona Integritas di Setditjen Dikti, Kemendikbudristek RI, Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc. selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FIA UI, dan Amien Sunaryadi, Ak, MPA, CISA selaku Wakil Ketua KPK RI Periode 2003–2007 dan Komisaris Utama (Komut) PT PLN (Persero). Acara dibuka dengan sambutan dari dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D. selaku Sekretaris Universitas.
1. “Zona Integritas di Perguruan Tinggi” oleh Suwitno, S.E., M.M.
Dalam pemaparan tersebut, beliau mengungkapkan reformasi birokrasi sebagai satu dari lima arahan dari Presiden RI. Adapun reformasi birokrasi tersebut diwujudkan salah satunya ke dalam upaya pemberantasan korupsi. Rasuah tersebut harus diberantas agar selaras dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional, netral, dan bersikap melayani. Lebih lanjut, pemberantasan korupsi yang dimaksud dirumuskan ke dalam 8 (delapan) area perubahan aspek reformasi birokrasi.
Kedelapan area perubahan tersebut diwujudkan secara konkret guna meraih predikat-predikat yang ada. Terdapat 3 (tiga) predikat yang dimaksud, yaitu: 1) Zona Integrasi/ZI (predikat kepada instansi pemerintah yang berkomitmen dalam mewujudkan WBK/WBBM, khususnya dalam upaya pencegahan korupsi), 2) WBK (predikat kepada unit kerja/kawasan yang memenuhi kriteria manajemen perubahan, tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, hingga akuntabilitas kinerja, dan 3) WBBM (predikat kepada unit kerja/kawasan yang memenuhi kriteria seperti pada predikat WBK, ditambah dengan penguatan kualitas pelayanan publik).
Terdapat 5 (lima) strategi dalam membangun ZI, yaitu: 1) komitmen, 2) kemudahan pelayanan, 3) program yang menyentuh masyarakat, 4) monitoring dan evaluasi, dan 5) manajemen media.
2. “Whistle Blowing System di Universitas” oleh Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc.
Whistle blowing system (WBS) adalah sistem yang dirancang untuk melaporkan aktivitas yang tidak dibenarkan (melanggar hukum). Hal ini menjadi perhatian sebab temuan aktivitas yang tidak benar tersebut justru banyak dijumpai pada WBS jika dibandingkan dengan kegiatan audit internal. Beberapa karakteristik dari pelapor dalam WBS antara lain: 1) memiliki motivasi alturisis (kehendak untuk berbuat baik), 2) tidak tertarik untuk mengubah aktivitas/perilaku yang salah, dan 3) umumnya seseorang yang terdidik atau profesional.
Jika ditinjau dari sudut pandang etika, adanya WBS pada akhirnya terbagi ke dalam dua bagian, antara kesetiaan kepada organisasi/pemimpin dibandingkan komitmen moral. WBS menjadi tidak etis apabila pelaporan tersebut justru dimaknai oleh pelapor sebagai peluang untuk merenggut keuntungan finansial atau perhatian, maupun juga sebagai ajang balas dendam. Oleh sebab itu, WBS direkomendasikan sebagai pilihan terakhir dalam melakukan pengawasan, sebab WBS tersebut dapat menyangkut nama baik seseorang/perusahaan/organisasi.
3. “Conflict of Interest di Sektor Publik” oleh Amien Sunaryadi, Ak, MPA, CISA
Conflict of interest dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk risiko, dan umumnya muncul di saat seseorang hendak mengambil keputusan. Risiko tersebut tercermin dari adanya titik krusial dari benturan kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Permasalahan terkait konflik kepentingan dapat berupa masalah faktual (in fact) maupun masalah yang dipersepsikan (in appearance). Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangi atau menghindari adanya konflik kepentingan adalah dengan cara mengidentifikasi seluruh risiko akibat konflik tersebut beserta mitigasinya.
Sebagai suatu organisasi, penting untuk merumuskan strategi yang matang guna mengurangi potensi dari konflik kepentingan, yaitu sebagai berikut: 1) memberlakukan peraturan yang melarang adanya situasi dan/atau kondisi konflik kepentingan, 2) bila terdapat situasi dan/atau kondisi konflik kepentingan yang tidak bisa dihindari, maka pihak yang bersangkutan wajib untuk melaporkan (to declare) kepada pemimpin dan Unit Kepatuhan dalam organisasi, dan 3) Unit Kepatuhan melakukan surveillance guna mencari adanya potensi pelanggaran larangan konflik kepentingan yang tidak dideklarasikan.
Galeri foto